Unit 1: Sejarah dan Fungsi Tari, Materi Seni Musik Kelas 7 Kurikulum Merdeka
![]() |
(Tari Zapin, Sumber: Dok. Pribadi) |
belajarsenibudaya.com- Sejarah dan Fungsi Tari, Materi Seni Musik Kelas 7 Kurikulum Merdeka. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Alhamdulillah dengan rahmat Allah SWT Tuhan yang Maha Es akita dapat berjumpa kembali di blog belajarsenibudaya.com. Semoga adek-adek tetap dalam keadaan sehat wal afiat dan selalu semangat dalam belajar.
Pada ulasan kali ini kita akan membahas seni budaya kelas 7 kurikulum merdeka belajar yakni tentang materi seni tari unit 1 yaitu Sejarah dan Fungsi Tari.
Perlu adek-adek ketahui bahwa pentingnya mempelajari seni tari karna kita tahuh sebagai negara besar, Indonesia memiliki warisan budaya yang begitu kaya dengan ciri khas masing-masing daerah. Warisan budaya itu memiliki nilai kearifan lokal yang terkandung dalam berbagai cabang seni, salah satunya adalah tari.
Untuk memahami nilai kearifan lokal yang ada dalam seni tari, diperlukan penjelasan berupa sejarah, deskripsi karya tari dan penjelasan lain yang berisi filosofi, makna simbolik dan fungsi. Terkait hal tersebut, maka penting mempelajari seni tari dalam upaya merawat warisan budaya nusantara.
Prinsip utama dalam mempelajari seni tari, peserta didik tidak hanya belajar menari dan menghapal ragam geraknya tetapi juga mengenal sejarah, filosofi, fungsi, keberagaman dan nilai-nilai yang tertanam dalam gerakan tari tradisional.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh peserta didik melalui pelajaran seni tari yakni kretivitas, apresiasi dan eksplorasi peserta didik. Kebanggan terhadap nilai budaya Nusantara juga akan tumbuh subur seiring perkembangan pengalaman peserta didik.
Kembali kepada topik kita tentang Sejarah dan Fungsi Tari. Apakah adek-adek sudah siap ? yuk simak ulasan berikut ini ya, agar kamu dapat mengetahui dan menambah pengetahuan serta wawasan pada materi Sejarah dan Fungsi Tari.
Sejarah dan Fungsi Tari
Pendahuluan
Pada Unit 1, kegiatan pembelajaran akan dimulai dengan mengamati tari tradisional Indonesia baik secara langsung ataupun melalui media audiovisual, serta membaca berbagai bahan referensi untuk mencari informasi tentang latar belakang seni tari tradisional Indonesia. Dimulai sejak zaman prasejarah, Hindu, Buddha, Islam, kolonial, kemerdekaan sampai di zaman pasca kemerdekaan saat ini. Berbagai jenis tari yang dilahirkan dari zaman prasejarah hingga saat ini, memiliki fungsi yang berbeda untuk masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam Unit 1 ini peserta didik juga akan dibimbing untuk mengidentifikasi fungsi tari tradisional Indonesia.
Adapun
indikator yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran di Unit 1 yaitu :
1. Peserta
didik menyebutkan periodisasi sejarah tari di Indonesia
2. Peserta
didik menjelaskan ciri-ciri tari dari setiap periodisasi sejarah tari di
Indonesia.
3. Peserta
didik mengidentifikasi fungsi tari tradisional di Indonesia.
4. Peserta didik membuat deskripsi tentang sejarah dan fungsi tari tradisional Indonesia.
Tari lahir bersama hadirnya manusia di dunia. Sebagai karya seni yang tercipta dari hasil pemikiran manusia, seni tari di Indonesia terus berkembang dan mengalami pergeseran fungsi seiring dengan adanya perubahan pola pikir manusia. Untuk mengemukakan keberadaan dan perkembangan seni tari serta fungsi tari bagi masyarakat di Indonesia dari masa ke masa, maka alur kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik meliputi kegiatan mengalami, mencipta, berpikir dan bekerja artistik, merefleksi, yang diharapkan akan berdampak pada sikap peserta didik.
Materi Pokok
Sejarah Tari
Seni Tari merupakan cabang seni yang menggunakan gerak sebagai media dalam mengungkapkan ekspresi jiwa penciptanya. Menurut Soedarsono, tari adalah ekspresi jiwa manusia yang dituangkan dalam gerak tubuh yang indah dan ritmis (sesuai irama musik). Tari lahir seiring dengan kehadiran manusia di dunia ini. Untuk mengemukakan keberadaan dan perkembangan seni tari di Indonesia, maka sejarah tari dapat diklasifikasikan berdasarkan periodisasi sejarah di Indonesia sebagai berikut :
1. Zaman Prasejarah
Keberadaan tari di zaman prasejarah ini, sulit dibuktikan kebenarannya karena tidak adanya alat rekam atau foto di zaman tersebut. Namun, terdapat beberapa peninggalan kebudayaan zaman prasejarah yang dapat mengasumsikan adanya kegiatan tari di zaman tersebut. Zaman prasejarah dimulai dengan zaman batu dan berakhir di zaman logam. Gerak tari di zaman batu diperkirakan cenderung sangat sederhana yakni berupa hentakan-hentakan kaki, sebagai ungkapan emosi . Pada era ini, tarian tercipta dengan menggunakan gerakan tangan dan kaki yang sangat sederhana.
Berlanjut ke zaman logam, Kebudayaan pada zaman ini dianggap lebih tinggi dari zaman batu. Salah satu peninggalan zaman logam yang erat kaitannya dengan tari adalah alat musik nekara atau gendang yang terbuat dari perunggu. Melalui penemuan alat musik ini, tari diasumsikan telah ada dan digunakan oleh masyarakat di zaman logam, karena ditemukan nekara yang berlukiskan penari dengan kepala yang dihiasi bulu burung serta daun-daunan.
Selanjutnya, di dalam buku Voyage De La Caquille, Duperrey juga melukiskan tentang ritual yang dilakukan oleh penduduk Maluku, dengan objek yang berbentuk seperti nekara sedang digantung dan ditabuh. Ditemukannya gendang nekara ini memunculkan pendapat bahwa di zaman logam, nekara digunakan sebagai pengiring tarian.
Berdasarkan berbagai bukti peninggalan kebudayaannya, taritarian di zaman logam, memiliki fungsi sebagai ritual yang bersifat magis/mistis dan sakral, seperti untuk penyembuhan orang sakit, permohonan hujan, dan lain-lain. Hingga saat ini, tari yang memiliki fungsi sebagai ritual dan bersifat magis masih dapat kita saksikan di Indonesia, misalnya tari Sabet dalam ritual Ujungan yang dilakukan oleh masyarakat Banjarnegara, Jawa Tengah.
Tari sabet merupakan suatu ungkapan permohonan hujan yang dilaksanakan dengan cara adu pukul di bagian kaki menggunakan bilah rotan. Ritual ini dilaksanakan di musim kemarau panjang, saat mengalami kekeringan. Selain itu, di Pesisir Utara Jawa Barat dan Jawa Tengah juga terdapat tari yang digunakan sebagai permohonan hujan, yaitu tari sintren. Tari sintren biasanya diadakan 35–40 hari pada saat kemarau panjang.
2. Zaman Hindu-Buddha
Masyarakat di zaman Hindu-Buddha ini dikenal sebagai masyarakat feodal sebab era ini ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan. Kerajaan yang pertama kali masuk ke Indonesia yaitu kerajaan bercorak agama Hindu, seperti Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan, Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah, Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur, Kerajaan Singasari dan Majapahit di Jawa Timur, serta kerajaan Padjajaran di Jawa Barat.
Candi atau monumen keagamaan, merupakan bukti peninggalan masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha ke Indonesia. Candi Prambanan merupakan salah satu bukti masuknya ajaran agama Hindu di Indonesia, dan candi Borobudur merupakan salah satu candi yang menunjukan adanya pengaruh agama Buddha. Melalui relief pada candi-candi peninggalan Hindu-Buddha, ditemukan bentuk-bentuk tari, jenis musik yang mengiringi serta fungsi tarinya . Berikut merupakan salah satu contoh relief tari yang ada di candi Perambanan.
Dalam agama Hindu-Buddha, tari sering digunakan sebagai sarana pemujaan kepada Dewa. Adapun Dewa yang erat paling erat kaitannya dengan tari adalah dewa Syiwa, yang disebut sebagai Syiwa Nataraja (Syiwa raja penari), Mahata (Penari besar) dan Nataprya . Dalam kitab Hindu juga disebutkan dewa-dewa lain sebagai dewa tari seperti dewa Indra, dewa Marut dan dewa Acvini . Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tari di zaman Hindu-Buddha erat kaitannya dengan kegiatan keagamaan.
Di masa kerajaan Mataram Kuno, masyarakat Indonesia yang agraris menginginkan perkembangan bentuk-bentuk kesenian. Sehingga di masa pemerintahan Airlangga di Kahuripan, kesenian berkembang sangat pesat, termasuk seni tarinya. Pertunjukan tari yang diiringi instrumen musik seperti seruling, gambang dan kendang, sering dimainkan oleh para bangsawan. Di masa kerajaan Kediri, seni tari semakin berkembang dengan lahirnya seni pertunjukan Wayang Wang yaitu drama tari topeng, dengan sumber cerita dari kisah Ramayana dan Mahabarta .
Pertunjukan Wayang Wang yang mengangkat cerita Ramayana ini, masih dapat kita saksikan hingga saat ini, contohnya pada acara Sendratari Ramayana di candi Prambanan. Selanjutnya, pertunjukan topeng di akhir masa Hindu-Buddha ini, tidak hanya menjadi milik kaum istana, tapi mulai berkembang di kalangan rakyat. Contoh perlambangan keyakinan Hindu-Buddha dalam karya tari yang masih dapat kita saksikan saat ini yaitu tari topeng Panji. Kisah Panji sebagai karya seni, popular pada periode Majapahit, dibuktikan dengan banyaknya penggambaran kisah ini pada relief-relief di candi-candi yang dibangun pada periode Majapahit.
3. Zaman Islam
Zaman ini masih termasuk ke dalam zaman feodal, karena sistem pemerintahan dipimpin oleh raja. Pada zaman ini, perkembangan tari cukup menggembirakan karena melahirkan berbagai gaya tari. Seperti yang terjadi pada tari bedaya dan tari serimpi. Tari bedaya dan tari serimpi merupakan jenis tarian hiburan raja sekaligus tari yang berfungsi sebagai upacara istana yang berkembang di zaman ini. Tari bedaya diciptakan oleh Sultan Agung sebagai salah satu raja terbesar di kerajaan Mataram Surakarta.
Adanya
perjanjian Giyanti membuat pecahnya kerajaan Mataram menjadi kerajaan
kesultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta. Hal ini akhirnya berdampak pada
lahirnya bentuk tari bedaya dan tari serimpi dengan gaya masing-masing. Selain
di dua wilayah tersebut, tari bedaya dan tari serimpi juga tumbuh dan
berkembang di daerah Sunda, hal ini dikarenakan Mataram berhasil menaklukan
daerah Galuh di Ciamis Jawa Barat sehingga terdapat beberapa persamaan dalam
karya tarinya. Sementara itu di luar tembok istana, mulai tumbuh tarian rakyat
seperti reog, jatilan dan sebagainya. Selain di daerah Jawa, pengaruh Islam
dalam karya tari, sangat kental terasa pada kesenian Aceh, seperti tari Saman.
Pertunjukkan tari Saman kental dengan syair petuah dan dakwah yang dilantunkan menggunakan bahasa Arab dan Gayo. Pada awal kehadirannya, saman hanya dipertontonkan saat peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. dan ditarikan oleh penari laki-laki serta dipimpin oleh satu orang syeikh. Kini tari saman sering dipertunjukkan dalam berbagai acara, seperti penyambutan tamu kenegaraan, misi budaya, dan sebagainya. Saat ini tari saman tidak hanya ditarikan oleh penari laki-laki, namun sering juga ditarikan oleh penari perempuan, dengan tetap diingi oleh seorang syeikh.
4. Zaman Kolonial
Zaman kolonial ditandai dengan masuknya bangsa Belanda ke Indonesia. Belanda yang pada awalnya datang untuk berdagang rempah-rempah, ternyata berlanjut dengan politik memecah belah persatuan dan kesatuan di Indonesia. Di masa Hindia Belanda, muncul suatu kebudayaan yang bernama kebudayaan indis. Pada zaman ini, kaum bangsawan Indonesia banyak yang mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sekolah Belanda. Salah satunya anak kaum Bangsawan Indonesia bernama Jodjana, yang mengecap pendidikan studi bisnis di Rotterdam. Di negeri penjajah, Jodjana bergabung dengan Asosiasi Indies, sebuah komunitas pelajar Indonesia di Belanda yang kerap mengadakan acara malam kesenian daerah yang dibawa oleh pelajar-pelajar Indonesia.
Pertunjukan ini diadakan bukan bertujuan untuk memajukan kesenian Indonesia, namun dilakukan sebagai ajang Belanda untuk menunjukan bangsa jajahannya. Berbagai kerajaan terpecah belah akibat pengaruh politik Belanda, salah satu contohnya yaitu kerajaan Mataram yang terpecah menjadi kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Dua kesultanan tersebut kemudian pecah kembali. Surakarta terpecah menjadi Kasunanan dan Mangkunegaran, Yogyakarta terpecah menjadi Kasultanan dan Pakualaman.
Perpecahan tersebut nampaknya memberikan dampak pada perkembangan gaya tari di Jawa Tengah. berdasarkan perpecahan tersebut, muncul empat gaya tari, namun hanya dua gaya tari yang nampak jelas perbedaannya yaitu gaya Surakarta yang berkesan romantik dan gaya Yogyakarta yang berkesan klasik . Pengaruh budaya barat pada karya tari di Jawa nampak pada tata busana, aksesori seperti bulu-bulu di penutup kepala, senjata pistol dan lain sebagainya. Selain di daerah Jawa, di daerah Nusa Tenggara Barat terdapat tari tradisional yang mendapat pengaruh dari budaya kolonial, seperti tari Rudat.
Tari rudat yang berasal dari suku Sasak, Lombok merupakan hasil akulturasi dari berbagai budaya, seperti Turki, Belanda, dan Lombok. Budaya Turki tercermin melalui penutup kepala (topi) serta lirik selawat, lalu budaya Belanda nampak dari pakaiannya, sedangkan kebudayaan Lombok terlihat dari gerak pencaknya. (Hardi. 2017). Masyarakat suku Sasak Lombok mencoba menarik simpati Belanda dengan meniru pakaian Belanda sebagai kostum tarinya. Melalui kostum tersebut, masyarakat suku Sasak dapat dengan bebas menyiarkan agama Islam, karena mendapatkan kebebasan untuk berkesenian dari kaum kolonial Belanda. Berikut merupakan kostum untuk tari rudat.
5. Zaman Kemerdekaan
Perkembangan tari di zaman kemerdekaan tidak terlepas dari semangat juang para senimannya. Semangat juang dan semangat kemerdekaan ikut tercermin dalam karya-karya tari yang diciptakan di zaman itu, seperti tari remo yang menceritakan kisah perjuangan seorang pangeran dalam sebuah medan pertempuran.
Di era ini, tari-tari istana yang pada awalnya hanya dapat dinikmati oleh kaum bangsawan mulai disebarluaskan ke luar lingkungan istana. Sehingga bermunculan berbagai pertunjukan tari yang memiliki kebebasan dalam berekspresi, karena tidak terikat dengan aturan baku seperti pada tari-tari yang tumbuh dan berkembang di lingkungan istana. Banyak seniman yang mulai berkreasi untuk menciptakan karya tari sebagai identitas budaya bangsa.
6. Zaman Pascakemerdekaan
Ketika Indonesia telah meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda, pertunjukan seni dan budaya di kancah internasional menjadi salah satu cara diplomasi pemerintah untuk memperkenalkan Indonesia sebagai bangsa baru yang sudah merdeka. Melalui kegiatan tersebut, tari tradisional Indonesia tumbuh dan berkembang seiring dengan peradaban di dunia. Hal ini dikarenakan para penari yang berasal dari Solo, Bandung, Makassar, Medan dan Padang berkesempatan untuk saling melihat dan mempelajari budaya luar ketika berpartisipasi dalam misi kebudayaan.
Pengalaman-pengalaman ini kemudian memberi pengaruh bagi modifikasi dan inovasi dalam karya tari tradisi di Indonesia. Inovasi dalam tari tradisi Indonesia dapat dilihat seperti pada tari merak dan tari jaipong di Jawa Barat. Berikut merupakan contoh inovasi gerak dan busana dalam tari tradisional Jawa Barat.
Tari Merak yang saat ini dikenal sebagai salah satu ikon seni Jawa Barat, merupakan ciptaan dari Irawati Durban. Irawati Durban merupakan salah satu tokoh tari yang sering terlibat dalam pementasan internasional dalam diplomasi kebudayaan Indonesia. Berdasarkan pengalamannya, ia menciptakan tari Merak dengan menggabungkan ragam gerak yang ada pada tari Sunda, tari Bali dan meminjam langkah anggun tari balet, serta gerak tari kasuari Afrika Selatan.
Kreativitas dan inovasi dalam perkembangan tari Sunda selanjutnya dapat dilihat pada tari jaipong yang diciptakan oleh Gugum Gumbira. Sebagai pemuda yang hidup di tengah kota Bandung, Gugum membebaskan karya tarinya dari aturan tari klasik yang tumbuh di istana. Gerak dalam tari Jaipong merupakan perpaduan gerak ketuk tilu dan gerak salsa, ballroom, rock’n roll. Hingga saat ini jaipongan terus mengalami perkembangan, baik dari segi gerak, kostum maupun iringan tarinya.
Di era pascakemerdekaan, mulai hadir sekolah-sekolah khusus seni seperti Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dan lain sebagainya yang melahirkan penata tari, sehingga memperkaya khazanah seni tari di Indonesia. Salah satu penata tari yang turut memberikan warna dalam perkembangan tari di era pasca kemerdakaan adalah Tom Ibnur. Karya-karya tari yang ia ciptakan berpijak pada tari Sumatra Barat dan Melayu, Hingga saat ini, banyak penata tari yang turut mengembangkan tari zapin, salah satunya tari Zapin Tepian yang diciptakan oleh penata tari Suryani.
Fungsi Tari
Tari dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, karena tari lahir dari sebuah kebutuhan masyarakat. Berikut merupakan pemaparan tentang fungsi tari bagi masyarakat Indonesia :
1. Sebagai Sarana Ritual/Upacara Religi
Tari sebagai sarana ritual, merupakan warisan kebudayaan zaman prasejarah. Masyarakat di zaman prasejarah percaya bahwa melalui tari, apa yang diinginkan akan tercapai. Tari ritual merupakan ungkapan jiwa manusia yang dituangkan dalam bentuk gerak, sebagai sarana komunikasi antara manusia dengan kekuatan-kekuatan gaib melalui upacara ritual. Sehingga pada tari ritual, faktor keindahan bukanlah menjadi fokus utama, karena yang diutamakan adalah tercapainya tujuan dari upacara tersebut.
Tari sebagai sarana ritual bersifat sakral, sehingga terdapat aturanaturan khusus baik dari segi tempat, penari, iringan musik, tata rias dan busana, tempat pentas, waktu pelaksanaan dan aturanaturan lainnya. Sebagai negara berkembang yang tata kehidupannya mengacu pada budaya agraris dan selalu melibatkan karya seni dalam kegiatan agamanya, Indonesia memiliki beragam pertunjukan seni tari yang berfungsi sebagai sarana ritual.
Fungsi tari sebagai sarana ritual/upacara bagi masyarakat Indonesia, dikelompokkan menjadi fungsi upacara untuk keagamaan, dan fungsi upacara yang berkaitan dengan peristiwa alamiah atau upacara untuk peristiwa kehidupan manusia.
Tari sebagai sarana ritual keagamaan, di Indonesia, banyak ditemui di daerah Bali. Salah satu contohnya yaitu tari Rejang yang ditampilkan di upacara adat keagamaan masyarakat Hindu di Bali. Rejang adalah tarian penyambutan dewa yang datang dari kahyangan dan turun ke bumi. Tari ini memiliki nilai-nilai spiritual dan dipercay a sebagai tarian suci yang harus dilakukan dengan penuh rasa pengabdian pada Dewa. Gerakan dan tata rias dalam tari Rejang sangat sederhana, karena tarian ini lebih fokus pada nilai spiritualnya. Rejang terdapat di beberapa desa di Bali dan ditarikan oleh gadis-gadis cilik dan remaja, namun ada pula yang ditarikan oleh wanita dari segala umur, dimulai dari wanita remaja hingga wanita yang sudah berumur. Misalnya Tari Rejang Dewa yang ditarikan oleh gadis gadis cilik, dan Rejang Sari yang ditarikan oleh wanita dewasa.
Selain sebagai upacara/ritual keagaamaan, masyarakat Indonesia memiliki berbagai tari yang berfungsi sebagai upacara/ritual yang berhubungan dengan peristiwa alamiah dan siklus hidup manusia. Dalam budaya Suku Dayak di Kalimantan, terdapat tari Hudoq (topeng) yang ditarikan ketika hendak membuka lahan pertanian. Di Dayak Kenyah terdapat tari ‘Hudoq Kita’, sebagai permohonan kepada Dewi Sri (Dewi padi), roh leluhur, dan penjaga desa agar masa panen yang akan datang diberikan hasil yang lebih baik.
Dalam tari hudoq, topeng yang digunakan merupakan perwujudan muka babi, monyet, atau binatang-binatang lain sebagai simbol hama, Hudoq burung elang digunakan sebagai simbol binatang yang akan melindungi serta memelihara hasil panen masyarakat Dayak, dan hudoq yang berwujud manusia dilambangkan sebagai nenek moyang. Selain mengenakan topeng yang menampilkan karakter penghancur, pelindung, dan karakter leluhur, penari hudoq juga mengenakan baju yang umumnya berwarna hijau dan terbuat dari dedaunan sebagai simbol harapan agar garapannya akan terus menghijau selama kepala suku membuka lahan pertanian. Berikut merupakan gambar tari hudoq dari suku Dayak yang menjadi salah satu kekayaan nusantara yang harus kita jaga dan lestarikan.
Selain di Kalimantan, masih banyak tarian yang berfungsi sebagai sarana upacara (ritual) di Indonesia, seperti tari ngalage dan tari ngarot dari Jawa Barat, juga tari seblang dari Banyuwangi Jawa Timur yang semuanya berhubungan dengan acara panen padi. Tari oncer dari Nusa Tenggara Barat dan tari tiban dari Jawa Timur untuk mendatangkan hujan. Tari tor-tor dari Sumatra Utara, sebagai penghormatan kepada leluhur. Tari wani dari suku Ekari Papua, sebagai upacara kelahiran. Tari ma’badong dilaksanakan dalam upacara kematian masyarakat suku Toraja di Sulawesi Selatan. Tari bedaya semang dari Keraton Yogyakarta dan bedaya ketawang dari Keraton Surakarta, yang hanya dipentaskan di upacara penobatan raja atau hari lahir raja.
Beberapa macam tarian di atas hanyalah sebagian kecil contoh taritarian yang berfungsi sebagai tari ritual di Indonesia. Saat ini banyak jenis tari ritual yang telah bergeser fungsi menjadi tari pertunjukan, pariwisata. Namun dengan bentuk penyajian yang berbeda, baik dari segi durasi, gerak, dan sebagainya.
Secara lebih khusus, tari sebagai sarana ritual memiliki ciri-ciri sebagi berikut :
1. Gerakan dominan tidak berpola secara jelas, dan umumnya meniru gerak-gerak alam seperti gerak binatang, tumbuhan dan lain-lain.
2. Bersifat magis/mistis dan religius.
3. Gerak, tata rias, busana dan iringan tari bersifat sederhana.
4. Memiliki aturan khusus baik untuk penari, struktur pertunjukan, tempat pertunjukan ataupun waktu pelaksanaan.
2. Sebagai Sarana Hiburan
Tari berjenis ini merupakan tari yang memiliki tujuan untuk menghibur tanpa menekankan nilai estetis dan nilai komersial, sehingga tidak memerlukan persiapan untuk melakukannya. Kata hiburan lebih menitikberatkan pada pemberian kepuasan perasaan, tanpa mempunya tujuan yang lain. Tari hiburan dapat membuka ruang bagi para partisipannya (pihak yang terlibat) untuk bersuka-cita dan saling menghibur diri. Untuk jenis tari yang berfungsi sebagai hiburan, setiap orang memiliki gaya sendiri-sendiri, karena tidak memiliki aturan yang ketat untuk tampil di atas pentas.
Sejak zaman feodal tari hiburan sudah ada, seperti tari Tayub yang tumbuh dan berkembang di lingkungan bangsawan. Pada awalnya tari Tayub menimbulkan kesan negatif, terutama tari Tayub yang berkembang di daerah Cirebon Jawa Barat. Kesan negatif ini timbul karena dalam pertunjukannya menggunakan penari perempuan yang mendapat perlakuan tidak sopan dari penonton yang ikut menari. Kondisi ini membuat Raden Sambas Wirakoesuma, seorang bangsawan dari Sunda, mulai menata tari tayub di Priangan (Sunda) dengan kaidah moral, bahkan tari Tayub ini dijadikan sebagai salah satu pelajaran di sekolah khusus raja di Bandung.
Lambat laun tari Tayub di Tanah Priangan ini menjadi sebuah tari hiburan yang paling digemari oleh kaum bangsawan, hingga mereka sengaja mempelajari gerak Tayub (Ibing Tayub) melalui kursus. Oleh karena itu, saat ini tari tayub sering dikenal juga dengan istilah tari Kerseus yang berasal dari kata courses. Selain di lingkungan istana, tari hiburan juga tumbuh dan berkembang di lingkungan luar istana, seperti tari Bajidoran dari Jawa Barat, joget bumbung dari Bali, tari lengso dari Maluku, tari gandrung dari Banyuwangi, tari yosim pancar (Yospan) dari Papua, dan masih banyak lagi.
Umumnya tari hiburan dilakukan secara kelompok atau massal, dan terjadi interaksi antara penonton dan penari. Oleh karena itu tari hiburan juga sering disebut sebagai tari pergaulan karena merupakan salah satu media komunikasi sosial.
3. Seni Tari Sebagai Pertunjukan
Tari sebagai pertunjukan harus mempertunjukkan sesuatu yang bernilai seni tinggi dan berusaha untuk menarik perhatian penonton. Tari harus dipersiapkan secara sungguh-sungguh, karena dapat dikomersilkan. Sebuah karya tari yang berfungsi sebagai tari pertunjukan, memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga pada umumnya untuk mengganti dana produksi tersebut, penonton harus membeli karcis untuk menyaksikan pertunjukannya. Adapun tari yang ditampilkan sebagai tari pertunjukan adalah tari yang diciptakan oleh koreografer secara khusus, sesuai dengan kebutuhan tema pertunjukan, seperti untuk ujian akhir mahasiswa seni tari atau pertunjukan tari tradisional dalam sebuah misi budaya, pariwisata ataupun pertunjukan tari.
Sebuah tarian sakral seperti tari Bedaya yang sejatinya berfungsi sebagai tarian ritual, dapat dikategorikan sebagai tari pertunjukan. Dengan catatan tarian yang dipertunjukan harus menyesuaikan dengan kriteria waktu pertunjukan. Jika tari Bedaya sebagai tari upacara berdurasi 60 menit, maka sebagai tari pertunjukan, durasi tarian dapat dipersingkat menjadi 7 menit. Begitu pula dengan tari tradisonal lainnya.
Tari untuk pertunjukan akan sangat memperhatikan nilai-nilai keindahan dalam segi gerak, tata rias, tata busana dan tata teknik pentasnya. Dalam tari yang berfungsi sebagai tari pertunjukan, penonton tidak dapat ikut menari. Interaksi antara penonton dan penari dimungkinkan terjadi, jika hal tersebut menjadi sebuah konsep pertunjukan yang sudah direncanakan. Berikut merupakan contoh tari yang berfungsi sebagai pertunjukan.
4. Seni Tari Sebagai Sajian Wisata
Kekayaan alam dan keanekaragaman budaya, adalah magnet yang menarik perhatian wisatawan untuk datang ke berbagai destinasi wisata di Indonesia. Seni tari merupakan salah satu unsur yang dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi wisatawan. Di negara-negara berkembang, tari yang berfungsi sebagai pertunjukan (presentasi estetis) yang paling berkembang adalah seni pertunjukan yang disajikan kepada para wisatawan, terutama wisatawan mancanegera .
Seni untuk sajian wisata di negara berkembang menurut J. Maquet, mengalami perubahan (metamorfosis) sehingga menjadi berbeda dengan seni yang dicipta untuk kepentingan masyarakat setempat itu sendiri. Saat tari dapat dinikmati wisatawan, di hotel dan di tempat-tempat wisata, seperti pertunjukan sendratari Ramayana yang dipertunjukan secara berkala di panggung terbuka candi Prambanan. Pertunjukan sendratari ini, ditampilkan untuk memberikan kepuasan wisatawan dalam kegiatan berwisata di candi Prambanan.
Tari tradisional memiliki kekuatan untuk memukau wisatawan asing. Tari Jathilan merupakan salah satu kesenian yang sering ditampilkan dalam festival budaya, sebagai media untuk mendapatkan daya tarik wisatawan. Bali sebagai destinasi wisata Indonesia yang mendunia juga memiliki berbagai seni pertunjukan yang digunakan sebagai sajian wisata, seperti tari barong dan tari hanoman yang sering ditampilkan di tempat-tempat pariwisata di Bali.
Menurut Soedarsono, tari yang berfungsi sebagai sajian wisata memiliki ciri-ciri:
1) Merupakan tiruan dari aslinya;
2) Versi singkat dan padat;
3) mengenyampingkan nilai-nilai sakral, magis, simbolisnya;
4) Penuh variasi;
5) Sajikan dengan menarik;
6) murah harganya menurut kocek wisatawan. Berikut merupakan contoh pertunjukan tari yang berfungsi sebagai tari pariwisata.
Itulah ulasan
tentang materi Sejarah
dan Fungsi Tari untuk seni Tari kelas 7 kurikulum merdeka. Semoga
adek-adek mendapatkan pemahaman dan wawasan baru dari materi yang telah
disampaikan tersebut.
Dan semoga dengan ulasan ini dapat memberi manfaat bagi adek-adek dan pelajar lainnya. Dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya. Bila ada pertanyaan yang perlu disampaikan jangan lupa untuk menulisnya di kolom komentar. Sekian wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Posting Komentar untuk "Unit 1: Sejarah dan Fungsi Tari, Materi Seni Musik Kelas 7 Kurikulum Merdeka"
Posting Komentar